Minggu, 07 Desember 2014


 
Picture


Kaum perempuan adalah salah satu kekuatan masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam mengisi kemerdekaan bangsa untuk mewujudkan sistem kehidupan dalam internal suatu negara itu sendiri maupun secara global, yang semakin memberikan penekanan pada aspek demokratisasi, perlindungan hak asasi manusia, lingkungan hidup, serta supremasi sipil. Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) dan diakui oleh bangsa-bangsa di dunia, maka lain halnya dengan perbedaan jenis kelamin (gender) yang masih dianggap belum selesai, bukan hanya di negara terbelakang, dan negara berkembang, tetapi juga masih menjadi bagian perjuangan perempuan di negara maju

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar dan mutlak yang dimiliki setiap orang karena dia adalah manusia. Hak ini ada mengingat rentannya posisi manusia dalam proses bermasyarakat, budaya, ekonomi, sosial, dan dimaksudkan untuk memberikan perlindungan. Setiap manusia memiliki hak ini walaupun sejauh mana hak-hak tersebut dipenuhi dalam  praktek, sangat bervariasi dari negara ke Negara.[1]

Deklarasi umum HAM dibuat pada 1789 di Perancis, ada hak asasi yang dinamakannya Declaration of The Right of Men at Citizen. Hak asasi itu diadopsi menjadi dasar-dasar HAM Perancis. Dua tahun deklarasi, munculah seorang perempuan yang memberikan respon terhadap lahirnya deklarasi hak-hak laki-laki dan warga negara dengan membuat deklarasi untuk perempuan dan warga negara.[2]

Di tingkat internasional –sistem hukum hak asasi manusia internasional, pengakuan hak perempuan sebagai hak asasi manusia berakar pada Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia yang muncul pada tahun 1947 dan disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948. Deklarasi ini (selanjutkan akan disebut sebagai DUHAM), merupakan awal kodifikasi tentang standar pengakuan hak manusia yang di dalamnya termasuk hak perempuan. Deklarasi ini diakui sebagai standart umum bagi semua masyarakat  dan semua bangsa untuk berjuang bagi kemajuan martabat manusia. Diantara hak- hak yang dideklarasikan adalah hak atas persamaan, kebebasan, dan keamanan setiap orang, kebebasan dari perbudakan, siksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia, pengakuan sebagai seorang pribadi di depan hukum mencari keadilan, dan kebebasan untuk berekspresi dan partisipasi politik.[3]

Konvensi HAM yang diatur dan disepakati di dunia internasional di antaranya adalah risalah pasal-pasal tentang penghapusan segala diskriminasi terhadap wanita, yang terdiri dari 6 bagian dan 30 pasal, yaitu:[4]

1.      Mengenai pengutukan terhadap segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan upaya penegakan yerhadap perempuan dan upaya menegakkan hak asasi persamaan hak dan kewajiban dalam undang-undang dasar nasional.

2.      Mengenai kewajiban Negara-negara peserta membuat peraturan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang politik dan kehidupan kemasyarakatan negaranya.

3.      Mengenai kewajiban Negara-negara peserta membuat peraturan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang pendidikan, pekerjaan, kesehatan dan kehidupan sosial ekonomi.

4.      Mengenai kewajiban Negara-negara peserta memberikan persamaan hak wanita dimuka hokum, penghapusan diskriminasi yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan.

5.      Mengenai pembentukan panitia Internasional untuk menilai kemajuan implementasi, dengan pangkal pertimbangan geografis yang tepat dan unsur-unsur dari  erbagai bentuk peradaban  manusia sistem hokum utama, panitia dipilih untuk masa jabatan 4 tahun.

6.      Konvensi tersebut tidak akan mempengaruhi antara perempuan dan pria yang mungkin terdapat dengan perundang-undangan disuatu Negara. Disamping itu konvensi ini tidak bersifat kaku setiap Negara berhak untuk mengajukan keberatan-keberatannya.

Di dalam UU No. 7 Tahun 1984. Tentang Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (CEDAW), dukungan Pemerintah Indonesia terhadap tujuan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Konvensi Wanita) yang dikemukan dalam keterangan Pemerintah di DPR Jakarta, 27 Februari 1984 antara lain menghapuskan diskriminasi dalam segala bentuk-bentuknya terhadap wanita dan mungkin dalam terwujudnya prinsip-prinsip persamaan hak bagi wanitadi bidang politik, hukum, ekonomi, dan sosial budaya.

Kesetaraan dan keadilan antara Perempuan dan Laki-laki (genderequality and equity), persamaan hak dan kesempatan serta perlakukan adil disegala bidang dalam semua kegiatan meskipun diakui adanya perbedaan:

1.      Perbedaan biologi/kodrati antara perempuan dan laki-laki.

2.      Perbedaan perlakuan terhadap perempuan berdasarkan gender dengan akibat dimana perempuan dirugikan:

·         perempuan sebagai subordinasi laki-Iaki baik dalam keluarga maupun masyarakat.

·         pembatasan kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang yang ada untuk tumbuh berkembang secara optimal, menyeluruh dan terpadu Peluang untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan.

3.      Perbedaan kondisi dan posisi perempuan terhadap laki-Iaki dimana perempuan berada dalam kondisi dan posisi yang lemah karena sejak semula sudah dipolakan adanya diskriminasi dalam budaya adat atau karena lingkungan keluarga, masyarakat yang tidak mendukung adanya kesetaraan dan kemandirian perempuan.

4.       Prinsip dasar dari Konvensi Wanita yang kita buat yaitu :

                                i.            Prinsip persamaan substantif

                              ii.            Prinsip non diskriminasi

                            iii.            Prinsip kewajiban negara.

Pada pasal 1 di dalam konvensi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan yang telah disepakati, bahwa istilah "diskriminasi terhadap perempuan" berarti setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya bagi kaum perempuan terlepas dari status pekawinan mereka atas dasar persamaan laki-laki dan perempuan.[5] Misalnya : perlindungan kehamilan bagi perempuan (cuti hamil, cuti haid) hal ini tidak dapat dianggap sebagai pemberian kesempatan yang diskriminatif bagi pekerja laki- laki.

Pemerintah secara resmi telah menganut dan secara resmi pula menetapkan atas persamaan antara perempuan dan laki-laki sebagaimana termuat dalam UUD 45 pasal 27:[6]

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Ketentuan ini sebagai dasar untuk memberikan akses, partisipasi dan kontrol bagi perempuan dan laki-laki dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Dan dengan ini pula Indonesia kemudian meratifikasi sejumlah konvensi Internasional tentang penghapusan diskriminasi dan peningkatan status perempuan. Namun demikian perundang-undangan dan kebijakan tersebut dalam pelaksanaannya masih belum efektif. Secara ideal Undang-undang diciptakan dengan tujuan agar kehidupan menjadi teratur dan melindungi segenap masyarakat.

Dalam budaya kita, seperti juga di banyak negara dunia ketiga lain, budaya patriarki masih sangat kental. Dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan terlebih lagi dalam budaya, keadaan ketimpangan, asimetris dan subordinatif terhadap perempuan tampak sangat jelas. Dalam kondisi yang seperti itu proses marjinalisasi terhadap perempuan terjadi pada gilirannya perempuan kehilangan otonomi atas dirinya. Gender, bukanlah merupakan perbedaan  biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis yakni perbedaan jenis kelamin (sex) adalah kodrat Tuhan dan oleh karenanya secara permanen berbeda. Sedangkan gender adalah perbedaan perilaku (behaviour differences) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar