Senin, 01 Desember 2014

PETA GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

      Latar Belakang Masalah
Pergerakan perempuan yang kita lihat dan rasakan hasilnya saat ini, bukan merupakan sesuatu yang tiba-tiba ada, dan semata sebagai anugerah Tuhan, karena jika menilik lebih jauh pada sejarahnya, perjuangan perempuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka di hadapan masyarakat dan hukum sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu, baik di luar maupun di dalam negeri. Hal ini dilakukan, saat perempuan memiliki kesadaran aktif akan apa yang sebenarnya sedang mereka alami, sehingga semangat untuk mencapai kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan pun tak dapat lagi dibendung hingga saat ini.
Pembahasan mengenai Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia ini, bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang seluk beluk pergerakan yang sudah dirintis, bahkan sebelum kita dilahirkan. Karena tak pelak lagi, hal ini menjadi fondasi awal bagi siapa saja yang ingin mempelajari tentang gender, kesetaraan serta pengaruhnya terhadap pembangunan.


      Rumusan Masalah
Dari pemaparan singkat pada latar belakang di atas, pada makalah ini akan dibahas tentang pergerakan perempuan Indonesia dalam lintasan sejarah, dan perkembangannya hingga saat ini.


       B.     Pembahasan
       Gerakan Perempuan  Indonesia
Sejak berabad-abad lalu, sebenarnya perempuan sudah memiliki kedudukn yang tinggi di masyarakat, misalnya pada kurun abad ke-14, dalam sejarah tercatat ada tiga penguasa Islam perempuan di Indonesia, yaitu Sultanah Khadijah, Sultanah Maryam, dan Sultanah Fatimah. Tapi sayang, mereka harus menyerahkan kekuasaannya, karena pada saat itu muncul peraturan dari Qodli Makkah (sebagai pusat pemerintahan Islam), bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Hal ini menunjukkan diskriminasi hukum yang diterima perempuan, meski sebenarnya kapabilitas mereka tidak kalah dari kaum laki-laki. Jika ditelaah lebih lanjut tentang peristiwa tersebut, masyarakat memiliki penerimaan yang lebih baik terhadap peran perempuan dibanding hukum yang diberlakukan.
Selain itu, ada juga Ratu Tri Buana Tungga Dewi dalam sejarah Majapahit serta Ratu Sima dari kerajaan Kalingga. Ini menunjukkan bahwa di Indonesia, perempuan sudah diakui peran dan kapasitasnya di sektor publik sejak zaman dahulu.
Pada masa penjajahan, perempuan Indonesia juga turut andil dalam perjuangan menuju kemerdekaan, sebut saja misalnya Nyi Ageng Serang, Tjut Nyak Dien, Tjut Meutia, Martha Christina Tiahahu, Wolanda Maramis juga tokoh-tokoh perempuan lain yang perannya tidak boleh dianggap kecil dalam proses pencapaian kemerdekaan.
Dalam masa selanjutnya, muncul Kartini yang namanya melegenda disebabkan trobosan pemikiran yaang terhitung sangat maju dibanding zamannya, Kartini mulai mencoba mendobrak sekat-sekat yang sudah mapan pada saat itu mengenai diskriminasi terhadap perempuan, terutama pada bidang pendidikan, sehingga Kartini mendirikan sekolah bagi perempuan ketika dia diperistri oleh Bupati Rembang. Selain itu, sikapnya yang menolak ketika akan dimadu mencerminkan sikap Kartini yang tegas terhadap keadilan yang dirasanya timpang terhadap kaum perempuan.
Di samping Kartini, ada toko-tokoh wanita lain seperti Rohana Koedoes yang mendirikan sekolah Kerajinan Perempuan (1911), di sekolah ini selain diajarkan berbagai macam kerajinan demi tercapainya kemandirian secara ekonomi, juga diajarkan pendidikan agama termasuk baca tulis Arab. Selanjutnya pada 1912, ia mulai menerbitkan surat kabar Soenting Melayu yang menjadi tonggak persebaran informasi serta media menyebarkan semangat memajukan perempuan.
Tokoh perempuan lain yang berkecimpung dalam dunia perempuan adalah Rasuna Said, Rahmah el-Yunusiah, Dewi Sartika, dan Nyai Dahlan. Sementara di dunia jurnalistik muncul Hj. Siti Latifah Herawati Diah.

      Perkembangan Organisasi Perempuan
Pada tahun 1912, berdiri organisasi Putri Mardika di Jakarta, atas bantuan Budi Utomo. Organisasi ini bertujuan agar perempuan bisa bersikap tegas dan tidak malu-malu. Ada pula Kautamaan Isteri, yang berdiri pada 1913 di tasikmalaya dengan Dewi Sartika sebagai pengajar, perkumpulan ini bergerak di bidang pendidikan. Organisasi perempuan lain yang berdiri adalah Pawiyatan Wanito (Magelang, 1915), Purborini (Tegal, 1917), Wanito Soesilo (Pemalang, 1918), Wanito Hadi (Jepara, 1919), Poeteri Budi Sedjati (Surabaya, 1919), Wanito Oetomo dan Wanito Moeljo (Yogyakarta, 1920), Serikat Kaoem Iboe Soematra (Bukit Tinggi, 1920), Wanito Katolik (Yogyakarta, 1924).
Selanjutnya, pada 22 Desember 1928 diadakan kongres perempuan se-Indonesia di Yogyakarta yang dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan. Dalam kongres ini disepakati berdirinya gabungan organisasi-organisasi perempuan yang diberi nama Persatoean Perempoean Indonesia (PPI), yang pada 1929 berganti nama menjadi Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII).
Setelah kemerdekaan berhasil diraih, pergerakan perempuan berusaha untuk berbenah diri dan menggalang persatuan yang kuat, maka pada bulan Desember 1945 diadakan kongres di Klaten. Dalam kongres ini disepakati fusi antara Persatuan Wanita Indonesia (perwani) dan Wanita Negara Indonesia (wani) menjadi Persatuan Wanita Republik Indonesia (perwari). Kemudian pada februari 1946 di solo, lahir badan Kongres Wanita Indonesia (kowani), sesuai dengan kebijakan pemerintah masa itu untuk menembus blokade ekonomi dan politik, kowani mulai menjalin hubugan internasional yaitu menjalani kerjasama dengan WIDF (Women`s International Democratic Federation). Hal ini dilakukan guna mendukung usaha-usaha mempertahankan kemerdekaan dalam bidang pendidikan, sosial, dan politik.
Pada tahun 1954, Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) didirikan. Organisasi ini mendirikan banyak sekolah di seluruh pelosok negeri dengan biaya yang amat murah bahkan gratis, selain juga aktif menghimpun kaum perempuan berjuang bersama kaum lelaki untuk merebut hak-hak sosial dan politik. Organisasi ini aktif hingga 1965, karena setelahnya menjadi korban fitnah orde baru.

Organisasi Perempuan Masa Kini
Berbeda dengan pergerakan pada masa pra dan kemerdekaan yang juga bertujuan merebut serta mempertahankan kemerdekaan, organisasi perempuan masa kini sudah lebih berkonsentrasi pada permasalahan yang bersifat sosial kemasyarakatan, pendidikan serta aspek lain yang dirasa perlu dalam usaha pemberdayaan perempuan. Organisasi-organisasi tersebut antara lain:
a.       Pundi Perempuan, didirikan di jakarta pada tahun 2002. Organisasi ini bertujuan untuk menggalang dana dan mengelolanya bagi organisasi anggota yang tersebar di seluruh Indonesia. Organisasi ini berkonsentrasi pada permasalahan kekerasan dalam rumah tangga.
b.      Rifka Annisa, Yogyakarta. Merupakan organisasi penyedia layanan bagi perempuan korban kekerasan, serta pengembangan sumber daya untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan. penguatan yang dilakukan rifka annisa tidak hanya berkutat pada aspek psikologis, pendidikan hukum, tapi juga pemberdayaan ekonomi, karena berdasar hasil survei, kebergantungan ekonomi juga menjadi salah satu faktor yang menyuburkn kekerasan pada wanita.
c.       Aliansi Perempuan Merangin,  didirikan pada 1 Januari 2003 Jambi. Organisasi ini bervisi memperjuangkan terwujudnya hak otonomi/hak asasi perempuan serta mendesak pemerintah untuk membuka akses seluas-luasnya pada perempuan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dalam usahanya, mereka mengelola klinik kesehatan, serta mendorong anggotanya untuk menerapkan usha produktif meski dalam skal kecil, dengan berjualan kecil-kecilan misalnya.
d.      Sapa Institute (Sahabat Perempuan Institute), berdiri pada 25 Juni 2002 di Bandung. Pada awalnya,  SI merupakan kelompok diskusi tentang hubungan antara gender, Islam, dan feminisme, serta upaya peningkata keterlibatan perempuan di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik. Pendirian organisasi ini dilatarbelakangi kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hak-hak perempuan yang mengakibatkan diskriminasi. SI menggunakan tiga pendekatan, yaitu melakukan kajian dan analisis tentang berbagai persoalan perempuan, pengorganisasian dan pendampingan komunitas, dan advokasi untuk kebijakan publik yang adil gender.
e.       Jurnal Perempuan, Jakarta. Merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak perempuan melalui media komunikasi dan informasi. Sesuai dengan tujuannya, jurnal perempuan memiliki lima program utama, yaitu Program Jurnal Perempuan, Program Radio Jurnal Perempuan, Program Penerbitan Buku dan Kajian Perempuan, Program Video Jurnal Perempuan, dan Program Jurnal Perempuan Online. Yang mempunyai segmentasi masing-masing sehingga tujuan organisasi tercapai.
f.        Koperasi Annisa, didirikan oleh Kasmiati di Mataram pada 4 Maret 1989.  Organisasi ini pada awalnya merupakan perwujudan keprihatinannya terhadap wanita pengusaha ekonomi lemah yang terjerat rentenir. Namun pada perkembangannya, koperasi ini juga bergerak di bidang usaha kecil sektor informal, gender dan wanita dalam pembangunan, kesehatan, anak, kependudukan, serta keluarga berencana.
Dari pembahasan mengenai organisai-organisasi di atas, kita dapat mengetahui bahwa orgaisasi perempuan sudah melebarkan sayapnya sehingga tidak hanya bergerak di wilayah domestik.


Daftar Pustaka
Abidin, Hamid, Ninik Annisa dan Kurniawati, Membangun Kemandirian Perempuan, Depok: Piramedia,2009
Sumbulah, Umi, dkk, Spektrum Gender, Malang:UIN Malang Press, 2008
Annelies, “Sejarah Gerakan Perempuan Indonesia Sebelum Kemerdekaan” dalamhttp://acehmarxist.wordpress.com, (diakses pada 13/10/2011)
Aziz, Haslinda “Pergerakan Perempuan Dulu, Kini, dan Nanti” dalamhttp://www.anakui.com, (diakses pada 13/10/2011)
Rusiyati, “Sepintas Gerakan Wanita Indonesia dalam Perkembangan Sejarah”, dalamhttp://dwpkbri-rome-artikel.blogspot.com, (diakses pada 13/10/2011)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar