Latar Belakang Masalah
Pergerakan perempuan yang
kita lihat dan rasakan hasilnya saat ini, bukan merupakan sesuatu yang
tiba-tiba ada, dan semata sebagai anugerah Tuhan, karena jika menilik lebih
jauh pada sejarahnya, perjuangan perempuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka
di hadapan masyarakat dan hukum sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu,
baik di luar maupun di dalam negeri. Hal ini dilakukan, saat perempuan memiliki
kesadaran aktif akan apa yang sebenarnya sedang mereka alami, sehingga semangat
untuk mencapai kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan pun tak dapat
lagi dibendung hingga saat ini.
Pembahasan mengenai
Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia ini, bertujuan untuk mengetahui lebih
lanjut tentang seluk beluk pergerakan yang sudah dirintis, bahkan sebelum kita
dilahirkan. Karena tak pelak lagi, hal ini menjadi fondasi awal bagi siapa saja
yang ingin mempelajari tentang gender, kesetaraan serta pengaruhnya terhadap
pembangunan.
Rumusan Masalah
Dari pemaparan singkat
pada latar belakang di atas, pada makalah ini akan dibahas tentang pergerakan
perempuan Indonesia dalam lintasan sejarah, dan perkembangannya hingga saat
ini.
B. Pembahasan
Gerakan Perempuan Indonesia
Sejak berabad-abad lalu,
sebenarnya perempuan sudah memiliki kedudukn yang tinggi di masyarakat,
misalnya pada kurun abad ke-14, dalam sejarah tercatat ada tiga penguasa Islam
perempuan di Indonesia, yaitu Sultanah Khadijah, Sultanah Maryam, dan Sultanah
Fatimah. Tapi sayang, mereka harus menyerahkan kekuasaannya, karena pada saat
itu muncul peraturan dari Qodli Makkah (sebagai pusat pemerintahan Islam),
bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Hal ini menunjukkan diskriminasi
hukum yang diterima perempuan, meski sebenarnya kapabilitas mereka tidak kalah
dari kaum laki-laki. Jika ditelaah lebih lanjut tentang peristiwa tersebut,
masyarakat memiliki penerimaan yang lebih baik terhadap peran perempuan
dibanding hukum yang diberlakukan.
Selain itu, ada juga Ratu
Tri Buana Tungga Dewi dalam sejarah Majapahit serta Ratu Sima dari kerajaan
Kalingga. Ini menunjukkan bahwa di Indonesia, perempuan sudah diakui peran dan
kapasitasnya di sektor publik sejak zaman dahulu.
Pada masa penjajahan,
perempuan Indonesia juga turut andil dalam perjuangan menuju kemerdekaan, sebut
saja misalnya Nyi Ageng Serang, Tjut Nyak Dien, Tjut Meutia, Martha Christina
Tiahahu, Wolanda Maramis juga tokoh-tokoh perempuan lain yang perannya tidak
boleh dianggap kecil dalam proses pencapaian kemerdekaan.
Dalam masa selanjutnya,
muncul Kartini yang namanya melegenda disebabkan trobosan pemikiran yaang
terhitung sangat maju dibanding zamannya, Kartini mulai mencoba mendobrak
sekat-sekat yang sudah mapan pada saat itu mengenai diskriminasi terhadap
perempuan, terutama pada bidang pendidikan, sehingga Kartini mendirikan sekolah
bagi perempuan ketika dia diperistri oleh Bupati Rembang. Selain itu, sikapnya
yang menolak ketika akan dimadu mencerminkan sikap Kartini yang tegas terhadap
keadilan yang dirasanya timpang terhadap kaum perempuan.
Di samping Kartini, ada
toko-tokoh wanita lain seperti Rohana Koedoes yang mendirikan sekolah Kerajinan
Perempuan (1911), di sekolah ini selain diajarkan berbagai macam
kerajinan demi tercapainya kemandirian secara ekonomi, juga diajarkan
pendidikan agama termasuk baca tulis Arab. Selanjutnya pada 1912, ia mulai
menerbitkan surat kabar Soenting Melayu yang menjadi tonggak
persebaran informasi serta media menyebarkan semangat memajukan perempuan.
Tokoh perempuan lain yang
berkecimpung dalam dunia perempuan adalah Rasuna Said, Rahmah el-Yunusiah, Dewi
Sartika, dan Nyai Dahlan. Sementara di dunia jurnalistik muncul Hj. Siti
Latifah Herawati Diah.
Perkembangan Organisasi Perempuan
Pada tahun 1912, berdiri
organisasi Putri Mardika di Jakarta, atas bantuan Budi Utomo.
Organisasi ini bertujuan agar perempuan bisa bersikap tegas dan tidak
malu-malu. Ada pula Kautamaan Isteri, yang berdiri pada 1913 di
tasikmalaya dengan Dewi Sartika sebagai pengajar, perkumpulan ini bergerak di
bidang pendidikan. Organisasi perempuan lain yang berdiri adalah Pawiyatan
Wanito (Magelang, 1915), Purborini (Tegal, 1917), Wanito Soesilo (Pemalang,
1918), Wanito Hadi (Jepara, 1919), Poeteri Budi Sedjati (Surabaya, 1919),
Wanito Oetomo dan Wanito Moeljo (Yogyakarta, 1920), Serikat Kaoem Iboe Soematra
(Bukit Tinggi, 1920), Wanito Katolik (Yogyakarta, 1924).
Selanjutnya, pada 22
Desember 1928 diadakan kongres perempuan se-Indonesia di Yogyakarta yang
dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan. Dalam kongres ini disepakati berdirinya
gabungan organisasi-organisasi perempuan yang diberi nama Persatoean Perempoean
Indonesia (PPI), yang pada 1929 berganti nama menjadi Perikatan Perhimpunan
Istri Indonesia (PPII).
Setelah kemerdekaan
berhasil diraih, pergerakan perempuan berusaha untuk berbenah diri dan
menggalang persatuan yang kuat, maka pada bulan Desember 1945 diadakan kongres
di Klaten. Dalam kongres ini disepakati fusi antara Persatuan Wanita Indonesia
(perwani) dan Wanita Negara Indonesia (wani) menjadi Persatuan Wanita Republik
Indonesia (perwari). Kemudian pada februari 1946 di solo, lahir badan Kongres
Wanita Indonesia (kowani), sesuai dengan kebijakan pemerintah masa itu untuk
menembus blokade ekonomi dan politik, kowani mulai menjalin hubugan
internasional yaitu menjalani kerjasama dengan WIDF (Women`s International
Democratic Federation). Hal ini dilakukan guna mendukung usaha-usaha
mempertahankan kemerdekaan dalam bidang pendidikan, sosial, dan politik.
Pada tahun 1954, Gerwani
(Gerakan Wanita Indonesia) didirikan. Organisasi ini mendirikan banyak sekolah
di seluruh pelosok negeri dengan biaya yang amat murah bahkan gratis, selain
juga aktif menghimpun kaum perempuan berjuang bersama kaum lelaki untuk merebut
hak-hak sosial dan politik. Organisasi ini aktif hingga 1965, karena setelahnya
menjadi korban fitnah orde baru.
Organisasi
Perempuan Masa Kini
Berbeda dengan pergerakan
pada masa pra dan kemerdekaan yang juga bertujuan merebut serta mempertahankan
kemerdekaan, organisasi perempuan masa kini sudah lebih berkonsentrasi pada
permasalahan yang bersifat sosial kemasyarakatan, pendidikan serta aspek lain
yang dirasa perlu dalam usaha pemberdayaan perempuan. Organisasi-organisasi
tersebut antara lain:
a. Pundi
Perempuan, didirikan di jakarta pada tahun 2002. Organisasi ini bertujuan untuk
menggalang dana dan mengelolanya bagi organisasi anggota yang tersebar di
seluruh Indonesia. Organisasi ini berkonsentrasi pada permasalahan kekerasan
dalam rumah tangga.
b. Rifka
Annisa, Yogyakarta. Merupakan organisasi penyedia layanan bagi perempuan korban
kekerasan, serta pengembangan sumber daya untuk penghapusan kekerasan terhadap
perempuan. penguatan yang dilakukan rifka annisa tidak hanya berkutat pada
aspek psikologis, pendidikan hukum, tapi juga pemberdayaan ekonomi, karena
berdasar hasil survei, kebergantungan ekonomi juga menjadi salah satu faktor
yang menyuburkn kekerasan pada wanita.
c. Aliansi
Perempuan Merangin, didirikan pada 1 Januari 2003 Jambi. Organisasi ini
bervisi memperjuangkan terwujudnya hak otonomi/hak asasi perempuan serta
mendesak pemerintah untuk membuka akses seluas-luasnya pada perempuan untuk
meningkatkan taraf hidupnya. Dalam usahanya, mereka mengelola klinik kesehatan,
serta mendorong anggotanya untuk menerapkan usha produktif meski dalam skal
kecil, dengan berjualan kecil-kecilan misalnya.
d. Sapa
Institute (Sahabat Perempuan Institute), berdiri pada 25 Juni 2002 di Bandung.
Pada awalnya, SI merupakan kelompok diskusi tentang hubungan antara
gender, Islam, dan feminisme, serta upaya peningkata keterlibatan perempuan di
bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik. Pendirian organisasi ini
dilatarbelakangi kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hak-hak perempuan yang
mengakibatkan diskriminasi. SI menggunakan tiga pendekatan, yaitu melakukan
kajian dan analisis tentang berbagai persoalan perempuan, pengorganisasian dan
pendampingan komunitas, dan advokasi untuk kebijakan publik yang adil gender.
e. Jurnal
Perempuan, Jakarta. Merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak perempuan melalui media komunikasi dan
informasi. Sesuai dengan tujuannya, jurnal perempuan memiliki lima program
utama, yaitu Program Jurnal Perempuan, Program Radio Jurnal Perempuan, Program
Penerbitan Buku dan Kajian Perempuan, Program Video Jurnal Perempuan, dan
Program Jurnal Perempuan Online. Yang mempunyai segmentasi masing-masing
sehingga tujuan organisasi tercapai.
f. Koperasi
Annisa, didirikan oleh Kasmiati di Mataram pada 4 Maret 1989. Organisasi
ini pada awalnya merupakan perwujudan keprihatinannya terhadap wanita pengusaha
ekonomi lemah yang terjerat rentenir. Namun pada perkembangannya, koperasi ini
juga bergerak di bidang usaha kecil sektor informal, gender dan wanita dalam
pembangunan, kesehatan, anak, kependudukan, serta keluarga berencana.
Dari pembahasan mengenai
organisai-organisasi di atas, kita dapat mengetahui bahwa orgaisasi perempuan
sudah melebarkan sayapnya sehingga tidak hanya bergerak di wilayah domestik.
Daftar
Pustaka
Abidin, Hamid, Ninik
Annisa dan Kurniawati, Membangun Kemandirian Perempuan, Depok:
Piramedia,2009
Sumbulah, Umi, dkk, Spektrum Gender,
Malang:UIN Malang Press, 2008
Annelies,
“Sejarah Gerakan
Perempuan Indonesia Sebelum Kemerdekaan” dalamhttp://acehmarxist.wordpress.com,
(diakses pada 13/10/2011)
Aziz, Haslinda
“Pergerakan Perempuan Dulu, Kini, dan Nanti” dalamhttp://www.anakui.com,
(diakses pada 13/10/2011)
Rusiyati, “Sepintas Gerakan Wanita
Indonesia dalam Perkembangan Sejarah”, dalamhttp://dwpkbri-rome-artikel.blogspot.com,
(diakses pada 13/10/2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar